ENIGMA
Hanya ketika kita mengetahui...kita baru tahu ada sesuatu yang tak kita ketahui.
Kamis, 05 Juli 2012
POLA PIKIR
Selasa, 25 Mei 2010
ENTAH KENAPA
Rabu, 09 September 2009
belajar memahami PIKIRAN
Hebatnya, pikiran sepertinya tidak mengenal putusasa untuk memperluas daya jelajahnya. Selalu saja menemukan sudutsudut terjauh yang baru. Selalu mengejutkan "pikiran" kita sendiri dengan keberadaannya.
Meski sering kita berkomentar bahwa pikiran kita "terbatas" namun aku yakin, sebagian dari kita hanya memakai istilah itu turun-temurun tanpa pernah mencoba menjelajah sampai tempat terjauh dari pikiran itu mampu berada.
Sebelum menjelajahi pikiran, ada baiknya kita harus tau, pikiran adalah daya yang "menghidupkan" seluruh pengalaman kita. Perangkatnya tak lain adalah inderaindera kita. Dialah agen terbaik dari pikiran untuk menyerap pengalamn. Tanpa indera yang sempurna bekerja, pikiran menjadi timpang. Tumpukan seluruh pengalaman dan kejadian ada disana, disimpan dalam otak kita. Ada yang tertimbun sehingga seolah kita lupa, ada pula yang tetap eksis muncul ketika kita mencoba mengaksesnya. Namun secara pasti tidak ada yang hilang dari seluruh pengalaman kita. Mungkin...disinilah bersemayamnya malaikat pencatat baik buruk kita.
Seringkali juga kita bertanyatanya, apakah mungkin kita melepaskan diri dari pikiran kita? Seperti apakah keadaannya bila kita melepas sama sekali pikiran kita itu, sehingga tidak ada pencerapan, tidak ada usaha untuk mengerti, menonaktifkan inderindera kita, melepaskan keikatankeikatan kita, keinginankeinginan kita, penilaian dsb. Apakah jadinya bila pikiran benabenar diam tak bergerak? Seperti apakah keadaannya?
Karena pikiran adalah pengendali otak kita, sedang otak adalah pengendali tubuh kita, maka pada saat pikiran diam, aktifitas fisikpun tidak ada. Lalu...apa artinya...namanya ketika pikiran kita diam seperti itu? Nah disinilah batas kerja otak berada. Pada saat itu otak tidak mampu lagi mencerap pengalaman yang berada diatas kesadaran . Dan..pada tahap seperti itu...kita berada pada sebuah tingkat kesadaran bernama kesadaran supra.
Karena pikiran tidak terbebani secara fisik, maka pada tahap seperti itu, dia lebih jernih lagi, lebih luas lagi mengawasi seluruh keadaan disekitarnya...didepannya. Benarkah...?
Jumat, 05 Juni 2009
HAMBA
Aku tak tahu persis makna asli dari kata "HAMBA" itu. Namun dibenakku masih jelas terekam bahwa hamba merujuk pada sebuah kata yaitu "BUDAK"...entah. Satu hal lagi...kata itu selalu mengingatkanku pada sebuah kejadian...beberapa kejadian (penggunaan kata itu) yang tak mampu aku pahami secara jelas hingga saat ini. Ya... aku masih ingat beberapa kejadian dimana kata "HAMBA" digabung dengan kata lain menjadi "HAMBA ALLAH" .... itu!!
Ratusan atau ribuan kali, kata tersebut sering tercerap masuk, baik berasal dari tulisan/ kata2 seseorang yang menganggap dirinya sebagai "HAMBA ALLAH". Awalnya aku kagum. Kata2 itu mampu membuat makna yang unik tentang hubungan mahluk dengan Tuhannya. Namun kian lama justru kata2 tersebut membuatku cukup nek, mendekati muak...bahkan antipati.
Bukan apa2, hanya saja peng-identikan kita denga kata 'hamba Allah' justru (bagi intelektualku yang terbatas) adalah sebaliknya. Tuhan malah (seolah) menjadi "BUDAK" dari keinginan2 kita, dengan doa2 yang kita taburkan di atmosphere spiritual kita. "Menganggap" bahwa kita adalah raga yang harus dilayani dengan ini itu.
Bukankah seorang budak (hamba Allah) seharusnya menerima apapun perintahNya untuk kemudian melaksanakan dengan tanpa melibatkan dualisme pikiran kita? Kenyataannya tidak!!! Kita seolah justru "mendikte"-Nya, mengeluh kepadaNya tentang takdir ke-hambaan kita. Lebih aneh lagi, seorang budak malah selalu dicukupi dengan segala macam berkahNya tanpa bisa "berbuat" apapun... kita malah dilayaniNya (kapan kita melayaninya?)... menakjubkan!!
Lalu...sampai disitu, bukankah Tuhan adalah "hamba" kita, 'budak" kita? Lalu...sampai disitu... Apakah kita masih cukup berani mentahbiskan diri kita sebagai HAMBA ALLAH???
Selasa, 05 Mei 2009
kau..begitu apa adanya
dalam khusuknya doa-doa,
Rabu, 22 April 2009
Dreamless Sleep
"Dreamless sleep." pikirku. Biarkan tidur kita tak gelisah karena mimpi-mimpi. Sekalipun mimpi itu indah dan begitu nyata, tetap saja hanya sebuah mimpi...bukan apa-apa!!!
Kamis, 02 April 2009
mahluk-mahluk kecil
Seorang anak kecil berlari mendekatiku. Menceritakan dunianya yang sederhana...sangat sederhana. Tanpa prasangka dia menumpahkan seluruh cerita... imajinasi polosnya dengan sedikit bumbubumbu lucu.
Seringkali dia datang di workshopku yang serius, membawa balatentara anak-anak, memporakporandakan apa saja yang ada... menganggap dunia adalah tempat terindah buat bermain, berekspresi... dokterdokteran... pasarpasaran... rumahrumahan... sekolahsekolahan... seperti itu, dengan benda-benda yang sama, alat-alat yang sama, dimana aku selalu menggunakannya tuk bekerja.
"Mas...mas...aku udah bisa menggambar huruf A,B,C!!!" teriaknya suatu hari. Sobekan kertas bergambar abjad-abjad morakmarik diperlihatkan justru ketika aku sangat serius mempersiapkan kerjaku... Mau tak mau aku geli juga melihat coretmoret yang nyeni ditangannya. Ha..ha..ha..aku sering tenggelam disitu, mengajarinya "menggambar" huruf demi huruf... hingga lupa pekerjaanku yang terbengkalai bisa bawa petaka.
"Mas...mas..."
Kini dia datang lagi. Tubuhnya basah kuyup. Air menetes deras dari ujung-ujung bajunya. Membasahi workshopku... mematahkan konsentrasiku. Tapi dengan riang dia mencipratiku... mengajak bermain, membuat jejak-jejak... membuat tetes-tetes ditiap sudut tanpa sisa.
"Mas...mas...aku udah mandi. Coba cium...! Wangi, kan?" katanya ceria dikesempatan lain. Dia memeluk, lalu mencoba duduk dipangkuanku, menikmati kenyamanan...
"Mas..mas..."
Lagi-lagi dia datang. Mahluk kecil yang biasanya ceria ini kini menangis, berharap aku menentramkannya... mengembalikan dunianya... keceriaan-nya... yang masih sempurna apa adanya.
Hmm...bukankah pada saat-saat seperti itu seharusnya kita telah menjadi dewasa? Lebih dewasa?